Jumat, 20 November 2009

pemadaman bergilir merugikan masyarakat

Pemadaman bergilir ternyata tak hanya dirasakan warga Pulau Jawa dan Bali. Sejak dua bulan terakhir daerah-daerah selain pulau jawa dan balipun ikut terkena imbasnya, yaitu mengalami pemadaman bergilir hingga 12 jam per hari.

Warga yang mampu menggunakan mesin genset untuk mendapatkan penerangan darurat. Namun, hal itu tentunya menguras kantong. Zaenal, misalnya. Ia mengaku menghabiskan hingga tiga liter premium atau Rp 15.000 setiap malam. Biaya itu belum termasuk pembayaran rekening listrik yang biasanya hanya sekitar Rp 100 ribu per bulan, kini justru melambung saat
pemadaman bergilir berlangsung.

Sedangkan ribuan warga kurang mampu larut dalam kegelapan malam. Mereka terpaksa menggunakan penerangan lilin atau
pelita yang dibuat dari minyak tanah. Tapi penerangan alternatif itu bukannya tanpa resiko. Selain dihantui kebakaran, peralatan elektronik warga juga rusak akibat pasokan listrik yang tidak stabil.

Warga hanya bisa berharap, PLN bekerja profesional melayani pelanggannya. Alasan kerusakan PLTU Sengkang yang menjadi pemicu pemadaman bergilir dinilai warga sebagai bentuk ketidaksiapan perusahaan tersebut melayani pelanggannya. Terlebih lagi, PLN belum bisa memastikan kapan pemadaman bergilir itu berakhir.

Hal tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam etika bermasyarakat hal-hal seperti ini juga menagkibatkan kerugian yang cukup besar. Warga-warga yang mampu mungkin tidak ada masalah dikarenakan adanya bantuan genset. Tapi sebagai masyarakat biasa, hal ini hanya dapat dirasakan dengan prosedur dari PLN langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar